Ketika Nasihat Kecil Berbisik
Bismillahirrahmanirrahim…
Tidak terasa, sudah masuk pertengahan Ramadhan. Hari ke-15…
Apa kabar hati? Apa kabar ibadah pagi, siang, sore, dan
malam hari?
Belakangan ini orang-orang banyak berteriak soal nurani, hak
asasi, bahkan hal-hal substansial yang mengusik prilaku-prilaku islami. Mereka
memandang Islam sama dengan agama ritual lainnya. Adapun hakikatnya, Islam yang syamil kamil wa
mutakammil merupakan satu-satunya agama yang melingkupi setiap aspek kehidupan.
Sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu aspek dengan aspek lainnya. Islam,
menggenggam dunia dan akhiratmu, dan dunia akhiratmu tidak dapat dilepas
darinya. Kali ini saya tidak berbicara soal pemahaman dasar Islam atau aqidah.
Hanya mencoba kembali memaknai Ramadhan, Bulan penuh rahmat dan ampunan, di
tengah destruksi dan gejolak heroisme media Indonesia.
Televisi, kawan, kau tahu? Biar saya ceritakan
sedikit…seorang ustadz yang memiliki sekian banyak anak, shalih shalihah,
hafidz hafidzah, dengan segala potensi yang dimilikinya, berhasil menjadikan
mereka orang-orang sukses. Bekal untuk diri mereka juga untuk orangtua mereka
terpenuhi. Ada yang menarik dari cara mendidik anak-anak tersebut. Yakni, di
masa keemasannya, mereka tidak diperkenankan bermanja-manja dengan televisi.
Hey, bukankah membekali anak di usia dini beragam caranya? Dan membiarkan
anak-anak kita terdiam dan terlena oleh acara tv merupakan kesalahan besar.
Kau tahu, kawan…kau tahu globalisasi dan modernisasi?
Pernahkah sekejap terlintas di alam pikirmu, bahwa media (dalam bentuk apapun) merupakan
salah satu bentuk brainstorming yang maha dahsyat? Salah satu cara yang efektif
dalam mengorosi budaya, memeloroti rutinitas keagamaan, dan menjauhi manusia
dari makna kehidupan hakiki. Globalisasi dan modernisasi menguntungkan, sekaligus
merugikan, dan saya yakin kau sudah lebih jauh memahami itu.
Suatu hari saya mengikuti kajian seputar Al Qur’an oleh
seorang Ustadz Al Hafidz. Ia sedikik mengusik hati saya dengan berkata, “kamu
tahu, acara-acara setelah shubuh, atau menjelang berbuka, sengaja ditampilkan
yang bagus-bagus, kental nuansa Islami, itu berarti apa? Sadarkah, secara tidak
langsung kaum muslimin dijauhkan dari ajaran-ajaran agamanya. Waktu yang begitu
luang, yang seharusnya sangat efektif dalam pendekatan diri kepada Allah,
tilawah, muraja’ah, atau sekedar mengejar targetan, karena acara yang
ditunggu-tunggu hadir di depan mata, waktu jadi terbuang percuma.” Saya mulai
berpikir. Lalu lanjutnya, “orangtua-orangtua, kalau anaknya menangis, diajak ke
depan tv sampai ia berhenti menangis karena tayangan kesukaannya bermain di
layar kaca.” Aha! Suatu kebiasaan yang dipaksakan. Semacam doktrinasi secara
tidak langsung kepada masyarakat, yang kemudian menjadi tidak mudah terlepas
dari media tersebut.
Adakah misi tersendiri dibalik perkembangan teknologi yang
kian mengglobal? Saya serukan, PASTI. Eksistensi media semakin marak. Dengan
‘semangat kepahlawanan’nya mencerdaskan rakyat, ia berhasil merebut perhatian
sejumlah besar masyarakat Indonesia dari rutinitas kehidupan hakiki. Dan peran
media terasa begitu besar pengaruhnya pada bulan-bulan penghambaan seperti
Bulan Ramadhan ini. Bagaimana lagi, media, dalam konteks ini media massa, telah
menjadikan jarak tak berarti, sementara kebutuhan manusia dalam memperoleh
berita begitu besar dan sulit dielakkan. Sehingga media massa berubah menjadi
salah satu kebutuhan pokok.
Bukan suatu penolakan terhadap media. Hanya saja, media
massa terutama televisi dan barang elektronik lainnya, agaknya sedikit
merenggangkan hubungan kita dengan Sang Pencipta, wa bilkhusus di Bulan
Ramadhan. Apalagi ketika saya—dan mungkin beberapa dari kita—menyadari
intensnya media dalam penggeseran opini, terutama bagi kaum muslimin, menjadikan
ambisi keingintahuan tumbuh dan berkembang, sehingga mencari informasi yang
pada akhirnya berakibat pada acara membuang-buang waktu pun tak dapat
dipungkiri. Sebuah kesengajaankah? Membuat kita berlarut-larut dalam sebuah isu
hampa makna.
Bulan ini, yang hampir berlalu 15 hari, berapa jam-kah waktu
kita terbuang percuma?
Ironis, melihat pemberitaan menjadi ajang caci maki, gosip
sana sini, komentar tak berarti. Di bulan ini? Semoga Allah mengampuni kita
semua…
***
Ikhwati fillah…buah pemikiran ini bukanlah suatu tuntutan
radikal. Maka izinkan saya sedikit memberikan kesimpulan dari uraian abstrak di
atas, sehingga ketika tidak adanya kesamaan pola pikir, setidaknya ada yang
mengusik hati ini walau sedikit…
Ikhwati fillah…Allah lah, Sang Pencipta waktu, yang dengan
waktu itu Allah bersumpah, karena begitu besarnya manfaat dan mudharat
terkandung di dalamnya. “Al waqtu kassaif; Waktu bagaikan pedang,”
dengan mudahnya ia merusak, dan dengan mudahnya ia membawa manfaat, sebagaimana
yang mengendalikan pedang tersebut. Maka dari sekian banyak waktu yang Allah
berikan, sekian banyak, Allah khususkan satu bulan penuh. Dimana munajat kita,
ibadah kita, amalan kita, Allah lipat gandakan pahalanya,
“Setiap amal yang dilakukan
oleh anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali
lipat bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Swt berfirman: Kecuali puasa,
itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Karena sesungguhnya ia telah
meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku” (HR. Muslim).
Amalan-amalan yang berimplikasi pada penghapusan dosa
tersebut merupakan momen yang seharusnya menyadarkan kita akan dosa-dosa lalu.
Bulan Ramadhan adalah bulan refleksi, penuh renungan, penuh penghambaan.
Ikhwati fillah…dari sekian kenikmatan Bulan Ramadhan,
akankah kita bergerak meninggalkan kenikmatan duniawi? Sekadar menyibukkan diri
dengan Allah. Meninggalkan perkara-perkara mubah untuk kesempurnaan ibadah?
Ibadah dalam perspektif Islam sangatlah luas. Maka, di waktu yang panjang ini,
satu bulan, dan dengan ragam ibadah yang Rasulullah ajarkan, bukankah suatu
kenikmatan besar dan kemudahan? Bukankah aktivitas keseharianmu juga berkurang?
Banyak pertanyaan terlintas sebagai renungan. Maka simpan
itu untuk dirimu, dan tanyakan di sepertiga malam. Tanyakan dengan hati dan
pikiran yang bersih, jernih, ikhlas, dan penuh kepasrahan kepada Allah Ta’ala…
“Barangsiapa yang memanfaatkan pikirannya yang jernih,
niscaya ia akan terarahkan untuk meraih tempat yang mulia, dan menghindarkannya
dari berpuas diri atas segala kekurangan yang dihasilkan.” Imam Ibnul Jauzi.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28)
“...Dan
barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)
Jadikan
Ramadhan ini Ramadhan terakhirmu. Esok itu pasti datangnya, tapi belum tentu
kita menemuinya…hari ini adalah milik kita, maka manfaatkan sebaiknya.
***
Allahu A’lam bishowab…semoga Allah
limpahkan keberkahan tiada hentinya kepada kita semua, hamba Allah yang
berusaha meraih ridho-Nya.
Allahumma yaa Musharrifal quluub, sharrif quluubana ‘alaa
thaa’atik. Ya Muqallibal quluub, tsabbit quluubana ‘alaa diinik...
Comments
Post a Comment