"Patah Hati"?
Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu’alaikum ikhwah J
Malam ini saya mau sedikit mengulas tentang “Patah Hati”.
Bukan, bukan karena malam ini malam minggu, waktu emasnya para pasangan muda. Bukan
pula karena saya sedang mengalaminya. Bahkan saya belum tahu bagaimana patah
hati seorang pujangga cinta J
Tahukah kau kawan, patah hati itu diawali dengan bersatunya
hati. Bagaimana proses bersatunya hati? Bisa jadi layaknya api dan minyak yang bersatu,
menghasilkan kobaran api yang membakar. Atau layaknya air dan gula,
menghasilkan produk yang manis. Macam-macam prosesnya, dan hasilnya pun
beragam. Tapi tetap hanya satu kesimpulannya, hati-hati itu bersatu.
Proses ini normal, bahkan beginilah fitrahnya manusia. Allah
karuniakan hati, yang kemudian dapat melahirkan sesuatu yang disebut cinta,
atau benci. Suka, atau tidak suka. Rendah hati, atau sombong. Senang, atau
sedih. Semua produk hati. Tapi yang di awal itu, itulah kekuatan yang paling
besar. Cinta. Kekuatan yang melahirkan semangat, kekuatan yang menguatkan
keyakinan, kekuatan yang membangkitkan potensi, kekuatan yang menenteramkan. Ketika
hati sudah bersatu, terjalin erat, sinyal-sinyal selanjutnya mudah saja sampai
satu sama lain. Ibarat jembatan kokoh yang memudahkan sang petani bekerja di
sawah seberang desa, memudahkan si pelajar menuntut ilmu di desa tetangga,
memudahkan kendaraan, truk pasir, mengantarkan manfaatnya kepada desa sebelah. Positif.
Ya, akan positif jika diperlakukan positif.
Lalu bagaimana kejadian persatuan itu lepas, patah, hancur,
bahkan berkeping-keping? Mungkin kau pernah mendengar perkataan, “hatiku hancur
berkeping-keping.” Ya, itu, bagaimana bisa, cinta yang terjalin erat kemudian
hancur? Jembatan yang kokoh kemudian memupuskan harapan kedua desa?
Baiklah, kita mulai dari mana? Oke kita mulai dari hati. Hati
adalah sumber, hati adalah panglima, dan jasad adalah tentaranya. Seluruh perbuatan
jasad, bersumber pada hati. Hatilah penentu produk setiap perlakuan, baik atau
buruknya produk, salah atau benarnya, datang dari hati. Sebagaimana Rasulullah
bersabda,
“Ketahuilah bahwasanya di dalam jasad itu
terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan
apabila ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya, ketahuilah dia adalah hati.”
(HR. Bukhari 52, Muslim 1599)
Maka peribahasa “Sebab
nila setitik, rusak susu sebelanga” agaknya cocok untuk menggambarkan bahwa
rusaknya hati sedikit, maka rusaklah anggota badan kita. Ketika hati
diperlakukan tidak sesuai pada hakikatnya sebagai sumber cahaya, maka gelaplah
setiap perbuatan jasad. Ketika mengolah cinta di dalam hati tidak sesuai pada
porsinya, maka rusaklah produk cinta tersebut. Apa saja produk cinta? Pastinya yang
pertama niat, lalu ada penampilan, perkataan, perbuatan, akhlak, sifat, dll. Itu
semua produk cinta. Artinya cinta mempengaruhi hal-hal tersebut, juga hal-hal
lainnya yang sangat banyak jumlahnya. Begitulah hakikatnya segumpal daging yang
disebut hati.
Mari beranjak pada
konten pokok. Patah Hati. Pertanyaannya tadi, bagaimana bisa? Jelas sekali
bisa. Sebuah jembatan yang kokoh, terbuat dari beton, ternyata tidak sekokoh
penampakannya. Karena bisa jadi proses pembangunan jembatan tidak sesuai
prosedur. Atau mungkin saja ada bahan-bahan yang tidak representatif dijadikan
pondasi jembatan selain beton tersebut. Maka ambruklah jembatan kokoh tersebut.
Adapun hati, akan sangat mudah remuk ketika pengelolaannya tidak sesuai
prosedur, mudah sekali hancur jika banyak kontaminan merugikan semisal riya,
sombong, dengki, dan kontaminan lainnya. Maka jelaslah, ketika kita menggunakan
produk hati berupa cinta tidak sesuai kadarnya, tidak merawatnya sebagaimana
mestinya, maka ia mudah sekali patah, hancur, bahkan berkeping-keping.
Penjelasan di atas
mungkin bertele-tele, tabrak sana tabrak sini. Biarlah, biar kepalamu sedikit
berputar, biar akalmu sedikit bekerja, biar keningmu sedikit berkerut. Harapannya
ada kelapangan hati ketika kau membacanya, terbukanya pikiran, sehingga mungkin
ketika selanjutnya saya berbicara dengan gamblang dan jujur, kau pun mudah
membenarkannya. Deal ya...deal...
Patah hati mungkin sakit bagi sebagian orang, tapi bagi sebagian
lainnya patah hati merupakan pembelajaran. Yang pasti, tidak ada seorang pun
yang mengatakan bahwa patah hati itu menyenangkan. Ketika kau mencintai seseorang
dan ingin ia menjadi milikmu, dan kau menjadi miliknya, sesungguhnya kau sedang
memupuk kezhaliman. Bagimu dan baginya. Bagaimana tidak, hatimu membutuhkan
yang lain selain dirinya yang belum halal, tapi kau menzhaliminya dengan
mengacuhkan kebutuhannya. Bagaimana tidak, kau ingin mengikatkan hatimu dengan
hatinya, membuat ia terkekang, terkungkung dalam cinta yang tak ada
juntrungannya, cinta yang lahir prematur ulahmu, kau menzhaliminya. Kau, ketika
mengabarkan padanya yang kau kasihi, bahwa hatimu memilih dia, apakah kau
sedang berkata jujur? Kau mungkin berdusta dan dirinya tidak mengetahui
dustamu, tapi hatimu tidak pernah berdusta, hatimu berkata, “duhai, jika aku
mendapatkan orang yang lebih baik darinya, alangkah bahagianya, alangkah
bangganya.”
Ketika kau patah hati, serasa langit ini runtuh di atas kepalamu,
serasa bumi ini mengguncang-guncang tempatmu berpijak hingga kau terjatuh. Serasa
debu-debu berhamburan memeras air matamu. Kau sudah pernah belajar kata ikhlas,
kau sudah pernah belajar tentang takdir. Tapi kezhaliman menghalangi akal
sehatmu tentang itu semua. Padahal, peristiwa yang menimpamu saat itu adalah
titik terang. Allah tunjukkan bahwa engkau, bukan ditakdirkan untuknya, dan ia
tidak ditakdirkan untukmu. Allah memberikan isyarat, bahwa ada orang lain yang
tengah dipersiapkan untukmu. Tapi kau berkata, “aku ingin dia...” Mengapa? “Karena
aku mengenal dia, dia yang pantas untukku, kelebihannya melengkapi
kekuranganku, dan kelebihanku melengkapi kekurangannya.” Bohong. Kurasa kau
berbohong, karena jika kau mengetahui kekurangannya secara detil, pasti ada
kecenderungan dalam dirimu untuk mendapatkan yang lebih baik dari dia. Percaya atau
tidak.
Patah hati itu konsekuensi setelah kau mulai membuka jembatan
antara hatimu dengan hatinya (kita bicara di luar pernikahan). Sama halnya
dengan konsekuensi kau makan terlalu banyak maka kau akan terlalu kenyang. Siapa
yang bisa menolak makan terlalu kenyang? Kau. Siapa yang bisa menolak patah
hati? Kau seorang. Lalu bagaimana, jika patah hati itu bisa dipastikan datang
ketika cinta itu hadir, sedangkan cinta itu sendiri adalah fitrah yang bisa
hadir kapan saja? Kau akan dapat mengimplementasikan pelajaran tentang
ikhlasmu, ketika kau mengolah cinta itu sebagaimana seharusnya ia diolah. Kau akan
menerima dengan lapang dada, bahkan perasaan lega, jika kau dapat menata taman
hati sedemikian rupa sehingga ia tetap indah sebagaimana mestinya. Kau akan
dapat menghiasi taman hatimu jika kau selalu teringat akan satu sifat dalam
diri manusia yang selalu Allah peringatkan dalam Al Qur’an;
“Orang yang melanggar
batasan-batasan Allah, dia telah menzalimi dirinya sendiri.” (QS. Ath-Thalaq: 1)
“Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa
(pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al Baqarah
165)
“Dan Allah tidak (akan pernah)
menzalimi mereka (hamba-hambaNya), tetapi mereka sendiri yang berbuat zalim”. (QS. Al ‘Ankabuut: 40)
Demikian pula Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, "Wahai
hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku
telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian
saling berlaku zalim."
Kawan, manusia itu zhalim karena keegoisannya. Maka janganlah kau
terlena dengan cinta, karena ia dapat membunuhmu, karena cinta membuatmu egois,
menginginkan kesenangan hanya untuk dirimu, memuaskan cintamu sendiri. Tidak,
yang seperti itu adalah cinta yang dibarengi nafsu. Sedangkan nafsu adalah
kesesatan dari syaithan, dengan nafsulah cintamu yang suci ternodai. Dengan nafsulah,
kebaikan-kebaikan terhalangi, dan keburukan-keburukan tersingkap.
Akhir kalimat, sekali lagi, patah hati itu lumrah karena sebagai
konsekuensi ketika kita jatuh cinta. Namun, hal itu sungguh bisa dihindari. Maka
demi menjaga indahnya taman hatimu, berhentilah patah hati, sudahi kisah patah
hatimu, dan mulailah yang baru dalam kehalalan. Karena ridha dan berkah Allah
senantiasa menjaga langkah dan hati para hamba-Nya yang Allah ridhai dan Allah
berkahi. Mintalah keberkahan itu dalam kehalalan.
“Balasan mereka disisi Tuhan mereka
adalah syurga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya, mereka adalah orang-orang yang diridhai oleh Allah dan
mereka ridha terhadapNya. Itulah (balasan) bagi yang takut kepada Tuhannya”. (QS. Al Bayyinah: 8)
“Dan sesungguhnya
kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan mereka. Dan kalau
demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,
dan pasti Kami tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.S.
An-Nisa’[4]: 66-68).
Selamat beraktivitas ^^
Wassalam...
Comments
Post a Comment