Ini Tentangnya, Tapi Ini Ceritaku

Bismillahirrahmanirrahim…

Ia, kusebut siapa di sini? Sebut saja ‘ia’. Ia seseorang yang sangat dekat denganku. Kembaranku yang lahir setahun lebih dulu sebelumku. Banyak orang mengatakan mirip, tapi banyak juga yang mengatakan tidak. Kami hampir punya selera yang sama, ya, itu karena aku banyak berkaca darinya. Di sini aku sebagai bayangan, yang tidak akan ada tanpa cahaya (inspired by ‘Aomine’ – Kuroko No Basuke). Aku dengannya hampir selalu bersama, ya, sekali lagi karena aku selalu mengikutinya. Kami hanya dipisahkan ketika sekolah dasar, kebetulan aku di MIT yang memang baru berdiri dan aku angkatan pertama, sedangkan dia di SD Negeri. Satu lagi ketika kuliah. Itu karena takdir memang menentukan aku berjuang di Jawa Tengah, ia di Jakarta. Rumit mungin ketika kau membaca cerita ini, karena aku menyebutnya ‘ia’.
Sila lanjutkan membaca. Berhenti pun tidak masalah.

Kubilang selera kami hampir selalu sama. Yang kuingat beberapa hal, pertama, belakangan sampo kita tak pernah cocok. Kedua, dia selalu memilah-milih makanan, sedangan aku pemakan segala. Maka lihatlah, ukuran tubuh kami dapat membuktikannya. Ketiga, tipe lelaki masing-masing kami berbeda!

Belasan tahun aku hidup bersamanya, akur, tanpa perkelahian. Entahlah, ia nampak berselera mengerjaiku, tapi aku selalu tidak tertarik. Meski beberapa kali kami terlarut dalam pertengkaran hebat, pertengkaran dalam diam. Aku selalu suka cara ia berbicara, cara ia tertawa, cara ia bercanda, cara ia meneriakiku karena marah (walau sangat jarang), cara ia meledekku, bahkan cara ia menangis yang sungguh membuat wajahnya buruk rupa (ups, maaf). Tapi aku tak pernah suka dengan marahnya dalam diam. Membuatku takut, dan membuatku ikut terdiam. Kau tahu aku tidak bisa berdiam lama.

Ia pelindungku, sungguh hatinya yang lembut dan mudah tersentuh, kau tahu, aku tahu jelas soal itu. Tapi aku juga tahu jelas bagaimana keras kepalanya, bagaimana keberaniannya, dan bagaimana brandalnya. Aku tahu jelas ia suka tantangan, ia suka teka-teki, ia suka menebak-nebak, menerka-nerka. Padahal hobinya menerka-nerka itu seringkali membuat hatinya terluka. Ia selalu di depanku, bahkan ketika ia meninggalkan sekolah lebih dulu aku sampai berpikir berulang-ulang apakah aku bisa menghadapi birokrasi di sekolah sendirian, tanpanya. Dan aku sadar, ia hadir memanjakanku, sekaligus mendewasakanku. Paniknya ketika aku melakukan perjalanan sendiri memang kadang kurang wajar, karena umurku saat itu sudah pantas, sedangkan ia berkelana, menjadi backpacker sejak umurnya 2 tahun di bawahku saat itu. Aku hanya menanggapinya dengan wajah seperti ini à (-_-)

Hal itu, kusadari betul perhatiannya, kasih sayangnya, kadang membuatku jadi manja, ingin ke mana-mana di antar olehnya. Tapi kadang aku merasa sudah dewasa dan tidak pantas membuatnya panik begitu. Pada akhirnya, adrenalinku memicu kedewasaanku, dan aku yakin ialah pemicunya.

Hatinya rapuh, mudah sekali hancur. Tersentuh sedikit hati itu bisa retak, tersentil sedikit hati itu bisa remuk. Aku tahu itu, dan aku tidak pernah tega melihatnya. Seringkali ketika hatinya bersedih, ia diam dengan murungnya, menjadi ogah-ogahan, mudah marah, mudah menangis. Dan sikapku, ikut diam, tidak memerhatikannya. Itu karena aku tidak tega, tidak tega menghibur, tidak tega menasehati, dan tidak tega mendengar kesedihannya. Biarlah ia bermain dengan sepinya sejenak. Pada akhirnya, ketika ia perlu menceritakannya padaku, ekspresinya sudah berubah, hatinya lebih tenang. Saat-saat seperti ini yang tidak aku tahu darinya, entah dia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri, atau ada orang yang membantu menyelesaikannya, atau ia dapat mengendalikan perasaannya. Tak semua jenis kepribadiannya kutahu persis. Yang kutahu, dia istimewa.

Ia selalu sabar menghadapiku, pernah aku malas makan dan bahkan sampai bosan mendengar ocehannya menyuruhku makan. Tapi ia mengambilkan makanan untukku, hingga akhirnya aku makan. Pernah ia baru pulang, melepas lelah bertemu panas dan penatnya jalan di Jakarta, tapi aku tidak berhasil membereskan kamar serapi ia membereskannya. Masih dengan wajah ramahnya, ia membereskan kamar yang gagal kubereskan itu, kulihat ia melakukannya tanpa keberatan. Seringkali ia merasa harus menemaniku, mengantarku, mengajakku ke sana dan ke sini, meski ia memiliki jadwal yang padat. Itu ketika aku bermain ke tempatnya di Jakarta. Sungguh, orang ini, telah Allah lebihkan ia dengan kepribadiannya.

Ia menyukai banyak hal, dan ia tergila-gila dengan Jepang. Kutahu ia suka sekali Anime, lagu Jepang, dan orang-orang Jepang. Beberapa kali ketika aku berjalan lelet ia berkata, “gini nih orang Indonesia, coba kaya orang Jepang gitu, Din. Gesit, disiplin…” Satu lagi, bahasa Jepang. Dulu ia pernah belajar bahasa Jepang dari orang asli Jepang, dan ia pernah menginisiasi dibentuknya Japanese Club di sekolah, seperti ekskul Bahasa Jepang. Aku tahu betul ia bermimpi menginjakkan kaki di Tokyo. Sampai sekarang mimpi itu belum terwujud. Aku ingat ketika dia menyatakan keinginannya keluar negeri kepada orang tuaku, mereka tidak menyetujuinya. Padahal potensinya, sangat mungkin membuatnya keliling dunia.

Kubilang ia ahli bahasa, meski ia tidak pernah mengakuinya. Ia tidak interest pada Bahasa Inggris, tapi ia menguasai Bahasa Inggris, dengan sangattt baik. Ia menyukai Bahasa Jepang, dan ia berusaha menguasainya, kulihat dengan mudah ia menguasainya. Bahasa Arab pun sama, ia cukup baik memahaminya, meski tidak sebaik aku (ini jauh dari sombong). Itu karena ia tidak begitu mendalaminya. Belakangan pemahamannya terhadap beberapa kata Bahasa Korea juga cukup banyak. Dan terakhir, Bahasa Jerman.

Entah dari mana ia mulai mempelajari Bahasa Jerman, tapi aku tidak heran. Ia mudah sekali mempelajari bahasa, bagaimanapun jenisnya. Dulu pernah ia mengatakan ada satu bahasa yang sepertinya tidak akan ia kuasai, aku tidak ingat, apakah itu spanyol,  atau perancis. Yang pasti potensinya menerbangkan ia bertemu mimpinya. Kini, dengan modal Bahasa Jermannya yang ia pelajari secara otodidak beberapa bulan, dan berguru sebentar, ia berhasil menginjak tanah Munich. Mengitari Nürnberg. Sebentar lagi setiap jengkal daerah negara itu akan dilangkahi olehnya. Ia suka sekali jalan-jalan. Tapi itulah yang kupelajari banyak darinya. Sering ia mengatakan, “orang punya uang banyak, tapi gak tahu mau disalurkan ke mana. Aku kebalikan, punya keinginan banyak, tapi uangnya yang gak ada..” Hal itu ternyata tidak melemahkan langkahnya. Karena ambisinya sangat kuat, keinginannya harus terwujud, dengan caranya sendiri. Itu caranya, dan aku mempelajari itu.

Di luar itu, ia tertarik dengan dunia musik. Ia suka gitar, dan ia pelajari itu. Ia ingin bisa memainkan piano, dan ia pelajari itu. Satu hal yang tidak perlu ia pelajari, menjadi vokalis. Karena suaranya bagus, merdu, aku tidak berbohong, dengarlah ia menyanyi. Meski tetap latihan tarik suara dan latih vokal tetap perlu. Tapi agaknya dia tidak ingin jadi vokalis J

Banyak hal, ceritaku tentangnya tidak akan habis meski satu bulan aku menulis. Pada intinya, aku sangat sangat sangat bahagia, sangat bangga, sangat kagum padanya. Beginilah cara Allah membuatku terus bersyukur, bertemu dengannya, bertukar apapun dengannya, hidup bersamanya. Membuatku semakin hidup jika melihat perjuangannya, semakin berlari jika melihat mimpi-mimpinya. Membuatku semakin mencintainya, dan lebih mencintai-Nya. Kuharap hidup kita tidak hanya di dunia, kita akan bahagia sampai di akhirat nanti, di syurga nanti. Ketika kita menggenggam kesuksesan di dunia, dan berakhir pada kesuksesan di akhirat pula. Love you so much, my lovely sister~ @shadyshatile

Pesanku, perhatikan tubuhmu, jaga kesehatan, dan teruslah mengingat Allah. Karena kekuatan hanyalah milik Allah. Wa’tashmuu bihablillahi jamii’a, “dan berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah.” Semoga Allah tuntun, Allah lindungi, dan Allah teguhkan kedudukanmu di dunia dan di akhirat. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin…

Ah, sudahlah, sedikit mungkin tentangnya, semoga menginspirasi ^_^

Pandeglang, Indonesia.

In the midnight, 15th February.

With love,


@dinadianne

Dina&Shady - Bandara Soekarno Hatta


Shady Syahidah: "Nürnberg. First sightseeing"

Comments

Popular Posting

Mengapa Jadi Begini?

REFUND (2)

Benda Asing di antara Kita