Pemimpi, Apakah Semacam Tukang Lamun?
Bismillah…
Aku adalah seorang biasa dari keluarga yang biasa, sederhana
dari keluarga yang sederhana, tapi ramai karena terlahir dari keluarga yang
ramai. Aku seringkali bermimpi, tapi aku tahu mimpi hanya bunga tidur yang bisa
hadir karena Allah, atau karena syaithan, tak begitu konsentrasi dengan
mimpi-mimpi itu, meski ada beberapa mimpi yang kuingat sejak 12 tahun yang lalu
misal, atau 10 tahun yang lalu. Mimpi-mimpi yang membekas, bayangan dari sebuah
kenyataan. Hampir setiap mimpi yang kuingat adalah hasil dari ketakutanku
setelah menonton sebuah film, atau kartun, atau hasil dari kegembiranku setelah
bermain seharian. Itulah mimpi, mimpi yang hadir hanya di malam hari.
Ini soal mimpi yang lain, seperti makna dari frasa “Make
your dreams come true”. Mimpi inilah yang paling tidak aku mengerti. Bentuknya
abstrak, mimpi apa yang akan jadi nyata? Apakah mimpi itu angan? Aku tahu mimpi
dalam arti sebenarnya seringkali sangat imajinatif, di luar logika manusia.
Sedangkan angan biasa hadir dalam lamunan. Jadi apa itu mimpi? Aku sering
menemukan mereka yang mengaku sebagai pemimpi, the dreamer. Apakah itu semacam,
tukang melamun?
Ah, aku memang kecil. Sejak dulu hidup menjadi orang yang
ingin nampak kecil. Aku malu menjadi besar, karena merasa diri ini belum cukup
mampu menjadi orang besar. Dan sifat-sifat buruk yang hadir dari hatiku
seringkali membuatku semakin kecil, kecil, dan kecil. Kapan aku akan tumbuh
besar?
Aku banyak belajar dari realita, bahwa kehidupan adalah hari
ini. Tak banyak mimpi yang diajarkan oleh orang sekitarku, kau tahu, mimpi yang
kumaksud adalah sebuah harapan ‘untuk menjadi’. Mimpi yang diajarkan seringkali
jangka pendek, hingga aku semakin tak paham apa itu arti mimpi. Apa yang
kulakukan hari ini, apa yang kukumpulkan hari ini, adalah untuk bekal esok
hari. Ya, esok, bukan lusa, bukan pekan depan, bukan bulan depan, bukan tahun
depan, apalagi 10 tahun mendatang. Aku tak menabung kecuali dulu ketika di
sekolah diajarkan menabung, tapi tabunganku habis juga. Aku belajar untuk ujian
besok. Aku muraja’ah hafalan untuk ujian tahfizh besok.
Sampai di sini aku yakin kau melihatku seperti ‘orang hidup’
saja, bukan ‘orang yang ingin hidup’.
Entah itu di mulai dari mana dan berakhir kapan. Entah itu
adalah kebiasaan lama atau saat ini masih kutekuni. Satu hal yang aku pahami
adalah; aku ingin bermimpi.
Aku sering membaca mimpi-mimpi besar teman-temanku,
mendengarkan cerita mereka yang mimpinya telah jadi nyata, dan sering aku ingin
menjadi mereka, lalu suatu hari diingatkan, “be yourself”. Aku harus menjadi
diriku sendiri, diriku yang seperti apa? Yang tidak tahu apa itu mimpi? Ah,
terlalu rumit. Mendengarkan kemudian memikirkan perkataan orang lain adalah
hobiku, oleh karenanya hal sederhana sering menjadi rumit bagiku. Kembali ke
mimpi. Aku terkagum-kagum, kurasakan bulu kudukku berdiri, bahkan rambutku
serasa ikut berdiri ketika aku membaca, mendengarkan, atau bertemu orang-orang
hebat. Sampai pertanyaan-pertanyaan yang ada di benakku kadang hilang teruapkan
panasnya kepala, mungkin. Lalu aku kembali bertanya, seperti apa itu mimpi?
Bagaimana bisa aku bermimpi, lalu menjadi nyata? Kemudian melamun.
Suatu hari aku diajak berpikir untuk masa depan oleh
sahabatku. Saat itu aku betul-betul hilang harapan, kau tahu, aku suka sekali
menghitung, tapi aku gagal masuk Sekolah Tinggi Ilmu Statistika. Ia
menghiburku, mengajak dari hati ke hati, apa itu makna ‘bermanfaat’.
Beruntungnya, aku tergugah saat itu, aku terima setiap takdir Allah untukku,
karena aku ingin ‘menjadi bermanfaat’. Sebuah mimpi kecil, terlalu kecil untuk
menjadi orang besar.
Suatu hari aku diajak berpikir, tentang porak porandanya
sebuah bangsa, tentang hilangnya semangat pemuda, tentang lenyapnya sebuah
cinta. Saat itu hatiku tergetar, kepalaku terasa pening. Lalu aku tersadar apa
itu ‘mimpi’.
Mimpi bukan hadir dari kepalamu kawan, semakin kau pikirkan
semakin jauh kau dari mimpi itu. Mimpi hadir dari hati. Dan hati yang lunak,
hati yang bersih, akan menjernihkan mimpi. Semakin jelas, semakin nyata. Dan
aku tahu, tak ada mimpi yang kecil, yang ada hanyalah kecilnya semangat,
kecilnya usaha dan doa. Biarkan ku analogikan dengan sebuah pelajaran yang
kudapat dari Kartun Despicable Me. Gru, seorang anak cerdas, yang telah
berhasil membuat karya-karya kecilnya sejak di bangku SD, bahkan sampai
menciptakan karya besar, sebuah roket autopilot. Hanya karena satu mimpi;
menjadi kebanggaan ibunya. Nampak kecil bukan mimpinya? Sungguh, itu adalah
mimpi besar yang menghasilkan karya besar.
Biar kulanjutkan ceritanya, kemudian Gru tidak mendapatkan
mimpinya, sampai kemudian ia bermimpi dapat mencuri bulan. Kesan pertama yang
didapat adalah; ia bermimpi memiliki bulan, dan menjadi orang terjahat sedunia.
Lalu dengan segala daya upaya dia berhasil membuat roket, berhasil pergi ke
bulan, menggenggam bulan, dan membawanya ke Bumi. Terkesan seperti; mimpi besar
yang menjadi nyata. Mungkin jika itu kau, kau akan kegirangan, bergulingan di
tanah, atau menangis darah, siapa yang sanggup membawa bulan dalam genggaman
dan membawanya ke Bumi? Hanya kau!!! Begitu mungkin yang akan ada di benakmu.
Lalu bagaimana dengan Gru? Ketika bulan sudah di genggamannya, dia berteriak,
“AHAHA! I GOT IT! I GOT THE MOOOON!! I GOT THE MOOON…..” sambil memeluk
bulannya. Tiba-tiba kertas kecil, undangan pentas tari ketiga anak adopsinya
melayang, dan ekspresinya langsung berubah menjadi sedih. Pelan-pelan scene itu
menunjukkan bahwa; menggenggam bulan tidak sebegitu menggirangkan.
Mimpi Gru menjadi nyata, tapi yang kedua ini, mimpi Gru yang
sebenarnya bukanlah memiliki bulan. Kalau kau cermat, sebelumnya ia menelepon
ibunya dan berkata, “just want you know mom, I’m about to do something, it’s
very very big, very important, when you hear about it, you’re going to be proud
of me…” Ya, mimpinya sama, membuat ibunya bangga. Manisnya, yang membuat
mimpinya nyata bukanlah menggenggam bulan, tapi dengan mengasihi 3 anak
adopsinya. Ingat? Mimpi yang nampak kecil mengantarkanmu pada
kesuksesan-kesuksesan besar.
Aku banyak belajar dari mata dan telingaku, penglihatan dan
pendengaranku. Sehingga kini aku paham, itulah mimpi, yang terbersit dari
hatimu, pelan, seperti bisikan, tapi hebat, karena dapat melahirkan sebuah
master plan, sebuah rangkaian mimpi, dan menjadikannya nyata.
Aku masih meyakini, mimpiku yang tampak kecil adalah;
menjadi bermanfaat. Oleh karenanya, seberapa bodohnya aku, seberapa lemahnya
aku, aku harus tetap berdiri, memberikan manfaat bagi orang lain. Allahu
yubaarik, Allahu musta’aan…
Jangan biarkan mimpimu tergerus zaman, terkoyak oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab menjadi mimpi yang bahkan kau sendiri tak mengenal juntrungannya. Mimpimu boleh nampak kecil, tapi kau harus yakin, kebesaran hanyalah milik Allah, dengan-Nya lah kau dapat menjadi besar, dengan-Nya lah mimpimu membuahkan hasil-hasil besar. Kau boleh percaya atau tidak. Silahkan membuktikan sendiri.....
Ah, sampai di sini saja. Terlalu loncat-loncat fokusku, semoga bisa diambil setidaknya satu kalimat yang bermanfaat bagimu. Sekian.
_Rabu pagi, di rumah seorang ibu_
Comments
Post a Comment