Selasa Pagi
Bismillah...
Ini tentang Selasa pagi (hari ini dan pagi ini) yang sedikit complicated. Pagi ini aku bangun kesiangan, padahal tadi malam tidur gasik (red: cepat/kepagian). Bangun pagi aku langsung cuci muka dan mengecek handphone seperti remaja tanggung bin galau yang selalu menunggu-nunggu kejutan dari balik handphone-nya, pagi ini handphone-ku tertawa melihat wajahku, karena aku baru ingat dari tadi malam kuaktifkan airplane mode agar baterai tidak cepat habis.
Bersyukur hari ini bapendik membuat jadwal free Ujian Tengah Semester bagi angkatan 2012. Aku agak santai. Karena semalam aku sengaja tidak menyelesaikan tulisanku dan memilih tidur, maka pagi tadi setelah menonaktifkan airplane mode handphone, aku segera membuka si Levi (laptop hitamku), dan melanjutkan tulisanku--lagi-lagi--sambil melirik home facebook. Unpredictable, melintas di home facebook postingan Pak Presiden BEM, mendorongku untuk menyalakan televisi, mencari channel TV One, dan melihat Apa Kabar Indonesia Pagi. Tepat sekali Pak Presiden ini sedang menyampaikan aspirasinya, dengan gaya khas retoris dan diplomatisnya. Akhirnya, tulisanku tak sengaja terlupakan lagi.
Aku terlena di channel ini sekitar 30 menit, menyaksikan evaluasi pemimpin negeri yang baru saja genap satu tahun menduduki jabatannya. Hanya ingin mendengar dan mendengar. Belakangan aku menjadi orang yang pasif dalam menerima informasi, menyimak dan mendengar saja tanpa mengomentari, memberi pendapat, apalagi menyanggah. Mungkin karena pengetahuanku yang minim. Sarat orang putus asa. Dan seperti itulah topikku pagi ini.
Setelah terpaku di depan televisi aku beranjak ke dapur, mengambil wajan yang kotor dan mencucinya dengan sabun yang hampir habis. Cucian yang lain kubiarkan karena sabun tak akan cukup mengcover semua kotoran di piring dan mangkuk kotor. Aku berencana makan nasi+telur+bon cabe pagi ini, maka kukocok telur dengan garam dan kupanaskan wajan tanpa melihat ketersediaan minyak goreng. Baru kusadar minyak goreng tersisa hanya beberapa tetes saja. Ada apa dengan diriku? Malas sekali untuk sekedar mencari warung terdekat dan membeli minyak goreng, aku hanya pasrah memasak telur dengan minyak goreng seadanya. Walau sukses.
Sekali lagi, tulisanku tertunda akibat aktivitas sarapan pagi.
Setelah makan kutumpuk piring kotor di atas tumpukan lainnya. Lalu menuju Levi lagi, alih-alih mendapat inspirasi, wallpaper Levi yang berisikan timeline skripsi malah membuatku semakin galau. Entah mengapa aku berdiri, menuju kamar mandi dan bersiap merendam baju kotor. Episode keputus-asaanku yang kesekian dimulai. Air mengucur pelan dari keran, kupikir mesin di luar sudah dimatikan, ternyata masih menyala, artinya sumur dalam keadaan cukup kering. Ya sudah, aku pasrah, kutunggu saja air yang pelan itu mengalir, merendam seluruh baju kotorku. Walau sukses.
Selesai merendam, aku kembali pada Levi, dan tergiur untuk menulis, tapi bukan melanjutkan tulisanku yang semalam, melainkan menulis tulisan ini. Ada apa denganku? Banyak tulisanku yang tak terselesaikan dengan baik, mulai dari yang ecek-ecek, sampai yang (apalagi) agak-agak berat sedikit (saking gak terlalu beratnya). Syaithan mungkin sedang tertawa melihat tingkahku pagi ini yang tak terarah. Walau tulisan ini sukses juga.
***
Kawan, pagi itu adalah waktu emas bagi seorang mu’min. Allah berikan anugerah besar di pagi hari, ada matahari yang tak pernah lupa menebarkan manfaatnya, ada langit cerah yang berkolaborasi dengan gumpalan awan, menambah teduhnya pagi sebagai awalan segala aktivitas, ada tubuh yang segar dan siap beraktivitas, ada koneksi internet yang cukup baik (yang terakhir silakan diabaikan).
Ditambah lagi doa Rasulullah untuk ummatnya agar diberikan keberkahan di pagi hari. Ini adalah anugerah yang besar yang seringkali disia-siakan oleh ummat muslim dengan aktivitas bocu-nya (red: bobo shubuh), atau dengan aktivitas galaunya, dengan secangkir kopi, sambil menonton channel-channel tertentu yang hanya menyajikan acara musik (maaf) tak bermutu. Anugerah pagi tak mengenal hari. Entah itu Selasa, Kamis, Jum’at, atau Ahad, anugerahnya tetap sama, berkahnya tetap sama, jika aktivitas baik juga tetap sama dilakukan. Satu hal yang pasti adalah, setiap pagi yang sudah terlewati tak akan berulang. Jika anugerah dan keberkahan pagi tidak sempat kita raih pagi ini, maka yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha meraihnya esok hari, kita tidak mampu meminta matahari mundur lagi dari kedudukannya yang sudah cukup meninggi.
Oleh karena waktu pagi yang begitu berharga namun sebentar ini, mari beranjak dari kemalasan hari libur, dan dari kebosanan hari yang padat. Karena esok hari tak dapat kita pastikan libur serupa--yang memberi kesempatan untuk mencuci dan berbenah--akan kau temui, atau banyaknya aktivitas serupa--yang meningkatkan kafaah (skill), ilmu, dan pengalaman--akan kau temui. Tak ada waktu yang tak berharga.
***
Ini selasa pagiku dengan aktivitas yang serba tanggung, tapi kuingat hadits Rasul,
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” (HR. Bukhari)
Selamat beraktivitas pagi, tetap semangat, dan mintalah kepada Allah untuk diteguhkan dalam keadaan selalu bersemangat :)
Selasa Pagi, 20 Oktober 2015Baru saja listrik padam, mari cari aktivitas yang lain...Note: Kalau saja hari ini aku dalam keadaan suci, maka aktivitas terbaik dalam kondisi ini adalah berlama-lama di atas sajadah dan bercengkerama dengan Al Qur’an. Betul? :)
Comments
Post a Comment