LACI

Aku terbelenggu dalam barisan kertas penuh sesak
Mengawal memori yang tiba tak diminta lagi mendesak
Aku tertahan pada barisan kata yang rancu
Memberi tatapan penuh tawa dan lucu
Seolah berisyarat ini hanya pengantar yang tak berujung
Aku terhenti pada kalimat yang abstrak
Tak dapat dilihat meski bersinar semarak
Tak dapat dibaca meski berurai berarak
Aku terikat pada pinggir laci yang tertahan
Tak dapat keluar karena dipenuhi harapan
Tak dapat masuk karena dihantui kecaman
Aku tersekat pada barisan huruf yang tereja
Mengantarku pada mimpi yang tertunda
Mengajakku melepas tiap asa yang takkan terbuka
Mengingatkanku pada diri yang tiada
Aku terdiam menyusun frasa di mulutku
Menganggap segala “mungkin” akan berlalu
Bahwa apa yang kueja tak hadir melulu
Menafikan apa-apa yang hadir dalam kalbu
Aku tertegun pada sajak yang tersusun
Menampar pesimisme secara beruntun
Memperdengarkan lagumu yang terlantun
Bahwa mungkin inlah saat tibanya sang penuntun
Menarikku dari belenggu bimbang yang jujur
Melepaskan setiap kalimat yang kukubur
Mungkin
Mungkin
Mungkin
Namun, lagi-lagi “mungkin” mengekang
Melemparku kembali pada kelemahan
Pada pojok laci beserta kertas tertumpuk tertahan

Hai, Pinggir Laci. Sampai kapan kau akan memenjarakanku?


~D. Ibrahim~

Comments

Popular Posting

Mengapa Jadi Begini?

REFUND (2)

Benda Asing di antara Kita