Posts

Benda Asing di antara Kita

Teknologi berkembang Dunia berubah Jarak yang jauh tak terasa Yang dekat justru menjarak Kita senang berbicara dalam hening Membiarkan hati bergeming Syak wasangka sekali dua kali menguasai Benda asinglah yang menengahi Budaya ikut berubah Apa itu adab? Etika dengan orang tua? Hampir luntur bersama dengan keringat Yang jatuh ketika bergadget ria Kamu bangun pagi Melihat benda asing itu menanti Siangan pergi Pulang benda asing masih dipantengi Dunia memang menuntut melek teknologi Dasarnya kita sama-sama pendiam Bicara hanya hal-hal yang mengundang tawa Atau info jadwal keluar kota Atau memperbincangkan netizen di medsos kita Tentang diri kita? Tak usahlah Ditambah benda asing Lengkaplah masa ini Sepertinya jadi tak ada ruang sepi Walau kita sama-sama mengunci bibir Dengan benda asing lah Kamu ada di mana saja Bersama siapa saja Ditemani siapa saja Enak bukan? Tak diliput sepi meski sendirian Begitulah benda asing Yang dapat meracuni Walau ia p...

Ketika Janji Akhirnya Terucap

Image
*Baca tulisan sebelumnya,  Ikatan yang Berbunyi Lamaran Aku mengerti. Telah berlalu banyak kemungkinan yang membuatku terjatuh, bangun, lalu terjatuh lagi, dan kemungkinan-kemungkinan itu ternyata berasal dari kepalaku, dari akalku, dengan segala kegegabahan, kebodohan, dan ketidaktelitiannya. Segalanya ku prediksi menurut pandanganku tanpa melibatkan orang lain, tanpa mempertimbangkan variabel lain. Maka, muncul lah keterjatuhan, keterpurukan, penyesalan. Begitu yang kualami, aku pernah jatuh hati; hati terpukau, melayang, lalu terjatuh. Beberapa kali. Bersebab perhitunganku yang salah. Kupikir dengan rasa suka, ditambah kedekatan, akan menjadikan kami berjodoh. Ternyata tidak juga. Bukan, sama sekali tidak!

Ikatan yang Berbunyi Lamaran

*Baca tulisan sebelumnya, Gelap Perempuan mana yang tidak bahagia menjadi pilihan? Sifat asli perempuan yang senang dipuji dan dipuja menjadikannya berbunga-bunga ketika ada yang menyenanginya, semakin banyak semakin bahagia. Lalu bagaimana dengan menjadi pilihan bagi orang yang didamba? Atau yang dirasai oleh hati, bahwa ialah yang tampak menawan. Tentu seperti melihat cahaya di ujung jalan setelah terkurung di dalam terowongan berkilo-kilometer, atau seperti melihat air setelah terjebak di tengah gurun, atau seperti melihat tali terjulur setelah berjam-jam terjatuh ke dalam sumur sedalam 15 meter. Ah, amat membahagiakan. Tapi kebahagiaan itu sempurna setelah dicapai bukan?

Gelap

*Baca dulu tulisan sebelumnya, Mengapa Jadi Begini? Suatu hari aku ditunjuk menjadi salah satu instruktur sebuah daurah yang diadakan oleh Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Unsoed. Pekerjaanku adalah menjadi fasilitator materi kedua dalam daurah tersebut, walaupun disebut fasilitator—biasanya—pada akhirnya hanya menjadi semacam LO bagi si pemateri. Pada rapat yang disempat-sempatkan, kami membahas perihal seluruh materi selama daurah, tentu tidak terlupa siapa pemateri pada masing-masing materinya. Baik, mari fokus pada inti masalah. Siang itu, aku sedikit melakukan kesalahan.

Mengapa Jadi Begini?

Image
Jodoh memang tak disangka. Ia bisa saja amat dekat, bisa pula datang dari yang teramat jauh. Jarak dan waktunya tak terpikir. Peristiwanya tak terbayang. Wajahnya tak tergambar. Bahkan tidak sedikit yang gagal berjodoh justru menjelang pernikahannya. Maka menjelang tanggal 20, ketika tiket nobar Tausiyah Cinta tertanggal 24 Desember hampir kupegang, turunlah keputusan dari steering committee tentang sebuah daurah yang akan dilangsungkan pada tanggal 23 sampai 24 Desember 2015. Sempat aku melakukan negosiasi agar acara tersebut dimajukan, tapi tidak berhasil. Aku pasrah. Bukan karena aku tidak berjodoh (untuk dipertemukan kembali) dengannya, tapi karena aku harus memupus azzamku. Kubatalkan pesanan tiketku, dan bersiap mengikuti daurah tersebut.

Pertemuan Singkat

Image
Tidak hanya satu-dua orang yang memintaku menuliskan kisah ini. Meski sulit menuliskannya sebab kisah kami sebelum bersatu amatlah singkat, tapi rumit, dan tidak semua hal dapat diceritakan. Paling tidak kealpaanku dalam tulis menulis dapat terobati dengan menuliskan kisah ini.

Tidak Boleh Menikahi Anak Ekonomi dan Pertanian?

Image
Suatu hari di sebuah ruang penuh kenang, kami bercengkerama, menghasilkan sebuah percakapan sarat canda, “Dosenku pernah bilang, ‘kalian sebagai anak Biologi dilarang pacaran dengan anak Ekonomi dan Pertanian,’ terus ada yang dengan beraninya nimpalin , ‘kalau nikah boleh, kan, Pak?’ kamu tahu ekspresi dosenku kayak gimana?”